Sabtu, 29 November 2008

UNCAC: Global response to a global problem

GLOBAL Synergy between UNCAC and UNDOC as global response to global problem against Corruption
posted by Albert Usada


CORRUPTION undermines democratic institutions, retards economic development and contributes to government instability. Corruption attacks the foundation of democratic institutions by distorting electoral processes, perverting the rule of law, and creating bureaucratic quagmires whose only reason for existence is the soliciting of bribes. Economic development is stunted because outside direct investment is discouraged and small businesses within the country often find it impossible to overcome the "start-up costs" required because of corruption.

The United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) creates the opportunity to develop a global language about corruption and a coherent implementation strategy. A multitude of international anti-corruption agreements exist, however their implementation has been uneven and only moderately successful. The UNCAC gives the global community the opportunity to address both of these weaknesses and begin establishing an effective set of benchmarks for effective anti-corruption strategies. The Global Programme against Corruption (GPAC) is a catalyst and a resource to help countries effectively implement the provision of the UN Convention against Corruption.

There are a rapidly growing number of countries that have become parties to the Convention. The primary goal of the Anti-Corruption Unit (ACU)/Global Programme against Corruption (GPAC) is to provide practical assistance and build technical capacity to implement the UNCAC and efforts will concentrate on supporting Member States in the development of anti-corruption policies and institutions. This will include the establishment of preventive anti-corruption frameworks.
Source: www.unodc.org/unodc/en/corruption/index.html

Jumat, 28 November 2008

RAGAAN Pembentukan Pengadilan Negeri

Posted by @Albert Usada PN Wates
source: www.badilum.info/index.php?option=com_content&view=category&id=13&Itemid=65

DI bawah ini merupakan Ragaan (caption) bagaimana suatu pengadilan negeri dibentuk. Pengadilan Negeri merupakan pengadilan tingkat pertama di lingkungan Peradilan Umum yang berpuncak pada Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai Pengadilan Negara Tertinggi (the Supreme Court)

Rabu, 26 November 2008

KONDISI Umum Kabupaten Kulon Progo

Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten dari lima kabupaten/kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di bagian barat. Batas Kabupaten Kulon Progo di sebelah timur yaitu Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman, di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah, di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah dan di sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia.
Kabupaten Kulon Progo memiliki topografi yang bervariasi dengan ketinggian antara 0 - 1000 meter di atas permukaan air laut, yang terbagi menjadi 3 wilayah meliputi:

a. Bagian Utara

Merupakan dataran tinggi/perbukitan Menoreh dengan ketinggian antara 500 1000 meter di atas permukaan air laut, meliputi Kecamatan Girimulyo, Kokap, Kalibawang dan Samigaluh. Wilayah ini penggunaan tanah diperuntukkan sebagai kawasan budidaya konservasi dan merupakan kawasan rawan bencana tanah longsor.

b. Bagian Tengah
Merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian antara 100 500 meter di atas permukaan air laut, meliputi Kecamatan Nanggulan, Sentolo, Pengasih, dan sebagian Lendah, wilayah dengan lereng antara 2 15%, tergolong berombak dan bergelombang merupakan peralihan dataran rendah dan perbukitan.

c. Bagian Selatan
Merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 100 meter di atas permukaan air laut, meliputi Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Galur, dan sebagian Lendah. Berdasarkan kemiringan lahan, memiliki lereng 0 2%, merupakan wilayah pantai sepanjang 24,9 km, apabila musim penghujan merupakan kawasan rawan bencana banjir.

Luas wilayah Kabupaten Kulon Progo adalah 58.627,54 hektar, secara administratif terbagi menjadi 12 kecamatan yang meliputi 88 desa dan 930 dusun. Penggunaan tanah di Kabupaten Kulon Progo, meliputi sawah 10.732,04 Ha (18,30%); tegalan 7.145,42 Ha (12,19%); kebun campur 31.131,81 Ha (53,20%); perkampungan seluas 3.337,73 Ha (5,69%); hutan 1.025 Ha (1,75%); perkebunan rakyat 486 Ha (0,80%); tanah tandus 1.225 Ha (2,09%); waduk 197 Ha (0,34%); tambak 50 Ha (0,09%); dan tanah lain-lain seluas 3.315 Ha (5,65%).

Sumber
: www.kulonprogo.go.id/main.php?what=html/profil/kondisi&tit=Kondisi%20Umum.

Sejarah Kabupaten Kulon Progo

SEBELUM terbentuknya Kabupaten Kulon Progo pada yanggal 15 Oktober 1951, wilayah Kulon Progo terbagi atas dua kabupaten yaitu Kabupaten Kulon Progo yang merupakan wilayah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kabupaten Adikarta yang merupakan wilayah Kadipaten Pakualaman.

Wilayah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (Kabupaten Kulon Progo)
Sebelum Perang Diponegoro di daerah Negaragung, termasuk di dalamnya wilayah Kulon Progo, belum ada pejabat pemerintahan yang menjabat di daerah sebagai penguasa. Pada waktu itu roda pemerintahan dijalankan oleh pepatih dalem yang berkedudukan di Ngayogyakarta Hadiningrat. Setelah Perang Diponegoro 1825-1830 di wilayah Kulon Progo sekarang yang masuk wilayah Kasultanan terbentuk empat kabupaten yaitu:
- Kabupaten Pengasih, tahun 1831
- Kabupaten Sentolo, tahun 1831
- Kabupaten Nanggulan, tahun 1851
- Kabupaten Kalibawang, tahun 1855

Masing-masing kabupaten tersebut dipimpin oleh para Tumenggung. Menurut buku 'Prodjo Kejawen' pada tahun 1912 Kabupaten Pengasih, Sentolo, Nanggulan dan Kalibawang digabung menjadi satu dan diberi nama Kabupaten Kulon Progo, dengan ibukota di Pengasih. Bupati pertama dijabat oleh Raden Tumenggung Poerbowinoto. Dalam perjalanannya, sejak 16 Februari 1927 Kabupaten Kulon Progo dibagi atas dua Kawedanan dengan delapan Kapanewon, sedangkan ibukotanya dipindahkan ke Sentolo. Dua Kawedanan tersebut adalah Kawedanan Pengasih yang meliputi kepanewon Lendah, Sentolo, Pengasih dan Kokap/sermo. Kawedanan Nanggulan meliputi kapanewon Watumurah/Girimulyo, Kalibawang dan Samigaluh.
Yang menjabat bupati di Kabupaten Kulon Progo sampai dengan tahun 1951 adalah sebagai berikut:
1. RT. Poerbowinoto
2. KRT. Notoprajarto
3. KRT. Harjodiningrat
4. KRT. Djojodiningrat
5. KRT. Pringgodiningrat
6. KRT. Setjodiningrat
7. KRT. Poerwoningrat

Wilayah Kadipaten Pakualaman ( Kabupaten Adikarta)
Di daerah selatan Kulon Progo ada suatu wilayah yang masuk Keprajan Kejawen yang bernama Karang Kemuning yang selanjutnya dikenal dengan nama Kabupaten Adikarta. Menurut buku 'Vorstenlanden' disebutkan bahwa pada tahun 1813 Pangeran Notokusumo diangkat menjadi KGPA Ario Paku Alam I dan mendapat palungguh di sebelah barat Sungai Progo sepanjang pantai selatan yang dikenal dengan nama Pasir Urut Sewu. Oleh karena tanah pelungguh itu letaknya berpencaran, maka sentono ndalem Paku Alam yang bernama Kyai Kawirejo I menasehatkan agar tanah pelungguh tersebut disatukan letaknya. Dengan satukannya pelungguh tersebut, maka menjadi satu daerah kesatuan yang setingkat kabupaten. Daerah ini kemudian diberi nama Kabupaten Karang Kemuning dengan ibukota Brosot.
Sebagai Bupati yang pertama adalah Tumenggung Sosrodigdoyo. Bupati kedua, R. Rio Wasadirdjo, mendapat perintah dari KGPAA Paku Alam V agar mengusahakan pengeringan Rawa di Karang Kemuning. Rawa-rawa yang dikeringkan itu kemudian dijadikan tanah persawahan yang Adi (Linuwih) dan Karta (Subur) atau daerah yang sangat subur. Oleh karena itu, maka Sri Paduka Paku Alam V lalu berkenan menggantikan nama Karang Kemuning menjadi Adikarta pada tahun 1877 yang beribukota di Bendungan. Kemudian pada tahun 1903 bukotanya dipindahkan ke Wates. Kabupaten Adikarta terdiri dua kawedanan (distrik) yaitu kawedanan Sogan dan kawedanan Galur. Kawedanan Sogan meliputi kapanewon (onder distrik) Wates dan Temon, sedangkan Kawedanan Galur meliputi kapanewon Brosot dan Panjatan.

Bupati di Kabupaten Adikarta sampai dengan tahun 1951 berturut-turut sebagai berikut:
1. Tumenggung Sosrodigdoyo
2. R. Rio Wasadirdjo
3. R.T. Surotani
4. R.M.T. Djayengirawan
5. R.M.T. Notosubroto
6. K.R.M.T. Suryaningrat
7. Mr. K.R.T. Brotodiningrat
8. K.R.T. Suryaningrat (Sungkono)

Penggabungan Kabupaten Kulon Progo dengan Kabupaten Adikarta
Pada 5 September 1945 Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Pakualam VIII mengeluarkan amanat yang menyatakan bahwa daerah beliau yaitu Kasultanan dan Pakualaman adalah daerah yang bersifat kerajaan dan daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia. Pada tahun 1951, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Pakualam VIII memikirkan perlunya penggabungan antara wilayah Kasultanan yaitu Kabupaten Kulon Progo dengan wilayah Pakualaman yaitu Kabupaten Adikarto. Atas dasar kesepakatan dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Pakualam VIII, maka oleh pemerintah pusat dikeluarkan UU No. 18 tahun 1951 yang ditetapkan tanggal 12 Oktober 1951 dan diundangkan tanggal 15 Oktober 1951. Undang-undang ini mengatur tentang perubahan UU No. 15 tahun 1950 untuk penggabungan Daerah Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Adikarto dalam lingkungan DIY menjadi satu kabupaten dengan nama Kulon Progo yang selanjutnya berhak mengatur dan mengurus rumah-tanganya sendiri. Undang-undang tersebut mulai berlaku mulai tanggal 15 Oktober 1951. Secara yuridis formal Hari Jadi Kabupaten Kulon Progo adalah 15 Oktober 1951, yaitu saat diundangkannya UU No. 18 tahun 1951 oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia.

Sumber: www.kulonprogo.go.id/main.php?what=html/profil/sejarah#